Ganti TalkBack di Samsung dengan Versi PlayStore dalam 7 Langkah Mudah

Samsung menyediakan versi default TalkBack yang dapat diperbarui melalui Galaxy Store. Namun sayangnya, versi ini sering kali tidak diperbarui secara rutin. Banyak pengguna mengeluhkan keterbatasan fitur, bug, atau ketidakcocokan dengan versi Android terbaru. Di sisi lain, Android Accessibility Suite (tersedia di Google Play Store) menawarkan pembaruan berkala, fitur yang lebih lengkap, serta peningkatan stabilitas. Aplikasi ini juga menyertakan berbagai menu aksesibilitas tambahan yang tidak tersedia pada versi bawaan Samsung.

Tutorial ini akan memandu infifriends—terutama bagi kamu yang mengandalkan pembaca layar—untuk menghapus TalkBack bawaan Samsung dan menggantinya dengan versi dari Play Store dengan cara yang aman dan mudah.

Catatan Penting

Sebelum memulai, harap perhatikan beberapa poin berikut:

  • Infifriends memerlukan komputer untuk menjalankan proses ini.
  • Akan ada beberapa perintah yang harus diketik secara akurat melalui Command Prompt. Kesalahan dalam mengetik perintah dapat mengakibatkan aplikasi salah terhapus atau bahkan membuat sistem tidak stabil.

Pastikan infifriends membaca setiap langkah dengan cermat sebelum melanjutkan.

Langkah-langkah Menghapus Samsung TalkBack

1. Unduh Paket ADB Tools

2. Sambungkan Ponsel ke Komputer

  • Gunakan kabel USB untuk menyambungkan ponsel kamu ke komputer.
  • Jika masih menggunakan TalkBack bawaan Samsung, disarankan untuk berpindah terlebih dahulu ke pembaca layar CSR (Jieshuo) agar suara tetap tersedia setelah TalkBack dihapus.

3. Aktifkan Developer Options & USB Debugging

  • Buka Pengaturan di ponsel.
  • Masuk ke Tentang ponsel > Informasi perangkat lunak.
  • Ketik Nomor versi sebanyak tujuh kali hingga muncul pemberitahuan bahwa kamu sudah menjadi pengembang.
  • Masukkan pola atau PIN jika diminta.
  • Kembali ke menu utama Pengaturan, lalu buka Opsi pengembang.
  • Aktifkan USB debugging, lalu konfirmasi dengan memilih OK dan centang opsi “Selalu izinkan dari komputer ini”.

Jika koneksi gagal, cabut kabel USB lalu sambungkan kembali ke komputer.

4. Buka Terminal ADB

  • Buka folder tempat kamu mengekstrak ADB Tools sebelumnya.
  • Tekan tombol F4 untuk memilih address bar, Hapus semua text path yang ada, ketik cmd, lalu tekan Enter untuk membuka Command Prompt.

5. Verifikasi Koneksi Perangkat

  • Ketik perintah berikut, lalu tekan Enter:
    adb devices
  • Jika perangkat terhubung, akan muncul nomor seri ponsel pada terminal.

6. Hapus Samsung TalkBack

  • Salin dan jalankan perintah berikut di Command Prompt:
    adb shell pm uninstall -k --user 0 com.samsung.android.accessibility.TalkBack
  • Jika berhasil, akan muncul pesan Success.

7. Instal Google TalkBack

  • Buka Google Play Store dan unduh aplikasi Android Accessibility Suite.
  • Setelah terpasang, aktifkan TalkBack melalui Pengaturan > Aksesibilitas.

Penutup

Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, infifriends kini dapat menikmati versi TalkBack terbaru yang lebih stabil dan mendukung lebih banyak fitur. Versi dari Play Store ini juga lebih cepat mendapatkan pembaruan, sehingga masalah yang muncul pada versi bawaan Samsung—seperti bug atau ketertinggalan fitur—dapat dihindari.

Semoga panduan ini bermanfaat dan membantu pengalaman infifriends dalam menggunakan ponsel jadi lebih nyaman dan produktif! Sampai jumpa di tutorial selanjutnya! ♾

Mengapa Disabilitas Netra di Indonesia Belum Semaju di Negara Lain?

Halo, Infi Friends! Belum lama ini, jagat IT kita sedang ramai membicarakan Tech Freedom, sebuah aplikasi one-stop solution yang memuat media player, document reader, note taker, file creator, dan image reader. Aplikasi ini dibuat dari kita untuk kita, jadi semua fiturnya sudah aksesibel dengan pembaca layar yang biasa digunakan. Tujuannya jelas: agar kita kita tidak perlu lagi repot memasang banyak aplikasi terpisah untuk kebutuhan tersebut.

Yang membuat Tech Freedom makin menarik, aplikasi buatan teman-teman dari India ini dilengkapi dengan kecerdasan buatan (AI) yang cukup powerful. AI-nya bisa melakukan panggilan video dengan AI secara real-time, menghasilkan gambar dengan perintah teks (image generator), dan mendeskripsikan gambar secara otomatis (image descriptor). Bisa dibayangkan, betapa aplikasi ini  sangat membantu untuk kehidupan sehari-hari.

Setelah Tech Freedom, muncul lagi pembaca layar berbasis AI bernama Viewpoint. Aplikasi ini membantu pengguna berinteraksi dengan elemen-elemen yang biasanya sulit diakses oleh pembaca layar biasa. Viewpoint memang masih dalam tahap pengembangan, jadi belum bisa melakukan semua tindakan seperti menggeser slider atau memilih combo box yang tidak terbaca oleh screen reader dalam kasus tertentu. Namun, sepertinya tidak butuh waktu lama lagi sampai aplikasi ini bisa melakukannya. Aplikasi ini tersedia gratis, kamu hanya perlu membayar untuk penggunaan API key dari layanan AI yang digunakann Viewpoint ini, InfiFriends.

Sebelum Tech Freedom, sebenarnya sudah ada Be My AI yang lebih dulu hadir dengan kemampuannya mendeskripsikan gambar menggunakan AI. Hasil deskripsinya cukup akurat, jadi kita tak perlu lagi menunggu bantuan orang lain untuk menjelaskan isi gambar tersebut.

Apa persamaan dari ketiga aplikasi ini?

Infi Friends, ada dua hal besar yang bisa kita garis bawahi dari persamaan ketiga aplikasi tersebut:

  1. Teman-teman disabilitas Netra terlibat langsung dalam pengembangannya.
  2. Ketiganya memanfaatkan AI yang sudah ada, seperti GPT dari OpenAI dan Gemini dari Google.

Bukan untuk men-diskreditkan, tapi pada dasarnya, ketiga aplikasi ini berfungsi sebagai wadah untuk kita berinteraksi dengan AI.

 

Sekarang, mari kujelaskan secara sederhana bagaimana aplikasi-aplikasi ini bekerja:

  • Pemanfaatan API (Application Programming Interface):

Be My AI, Tech Freedom, dan Viewpoint menggunakan API dari AI seperti GPT atau Gemini untuk melakukan tugas-tugas utamanya—entah itu mendeskripsikan gambar, membuat gambar, melakukan video call, dsb.

  • Fine Tuning:

Setelah menentukan bagaimana AI akan digunakan, langkah selanjutnya adalah mengatur perilaku AI. Untuk tugas sederhana seperti mendeskripsikan gambar, cukup dengan mengirimkan prompt (perintah teks) tertentu bersama gambar ke AI. Namun, untuk tugas yang lebih kompleks, misalnya jika ingin AI memiliki gaya bahasa atau pengetahuan tertentu, diperlukan proses fine tuning yang lebih mendalam.

  • Desain Aplikasi (Designing the App):
    Ini bagian paling sibuk bagi pengembang aplikasi, Infi Friends. Antarmuka dan alur penggunaan harus didesain sebaik mungkin sehingga kita bisa menggunakannya dengan mudah. Bagian tersulit dari aplikasi tersebut, yakni kapabilitas dari AI itu sendiri, telah dilakukan oleh AI pihak ketiga sehingga pengembang hanya perlu membuat flow dan antarmuka aplikasinya. Hal ini tidak semudah yang dijelaskan di sini tentu saja, kamu belum bisa membuat aplikasi seperti ini tanpa programming knowledge yang mendalam. SO moprondo (modal prompting doang) won’t get you much here.

 

Nah, dari penjelasan di atas, muncul satu pertanyaan besar di kepalaku: mengapa bukan kita, disabilitas Netra dari Indonesia, yang menciptakan aplikasi semacam itu?

Sudah banyak teman-teman kita yang berkuliah di jurusan-jurusan yang sangat mendukung untuk membuat aplikasi seperti ini, apalagi melihat sector IT yang sangat mengedepankan inovasi. Membuat aplikasi seperti ini lalu mengunggahnya di GitHub atau platform lain bisa jadi portofolio yang jauh lebih menarik untuk karier-mu.

Terlebih, banyak pula teman-teman kita yang sangat tertarik pada IT. Dengan kemajuan AI seperti sekarang, belajar koding tidak sesusah dulu. AI bisa jadi guru koding yang tak pernah komplainn dan paling sabar sedunia, tapi sekali lagi, moprondo isn’t a good thing. Kalian masih perlu baca buku atau melihat resource lain untuk jadi programmer yang baik.

 

Setelah kurenungi beberapa jam, mungkin ini beberapa penyebab kenapa kita masih tertinggal:

  1. Kemampuan Bahasa Inggris yang belum cukup.
    Sumber daya belajar AI yang sudah canggih, seperti GPT dari Openai dan Gemini dari Google, kebanyakan tersedia dalam Bahasa Inggris. Bahkan syntax pemrograman pun banyak yang berbasis Bahasa Inggris. Kurangnya pemahaman dalam Bahasa inggris akan menjadi hambatan yang lebih bagi kita yang ingin mempelajari sector IT lebih dalam.
  2. Kurangnya kemampuan matematis.

Programming isn’t only about programming there is math and physics involved. Jika kamu ingin menjadi seorang programmer yang baik, kamu juga perlu punya kemampuan matematis yang baik. Matematis di sini bukan hanya soal hitungan, tapi soal penalaran logis dan analitis. Kita tak perlu menguasai soal hasil seribu dikali sepuluh ribu jadi sepuluh juta, tapi soal kenapa seribu dikali sepuluh ribu bisa jadi sepuluh juta.

  1. Kurangnya dukungan dari berbagai pihak.

Developping app isn’t cheap. Tidak semua sumber daya yang kita perlukan untuk belajar tersedia secara gratis. Terlebih, sarana deployment dan development bagi aplikasinya itu sendiri tidak semuanya gratis, dan perlu diingat juga, coding itu melelahkan. Sebagian orang mungkin butuh dukungan secara emosional dari lingkungan sekitar mereka. Sulit untuk mendapatkan dukungan emosional dan finansial dari lingkungan sekitar, terlebih jika lingkungan tersebut telah menganggap kita sudah luar biasa Ketika kita bisa main hp dan membalas chat mereka di What’s app.

  1. Ini yang paling utama: MALAS DAN TAK PUNYA KEINGINAN UNTUK BELAJAR.

Nggak bisa Bahasa inggris? Ya belajar. Kemampuan matematis kurang? Belajar. Nggak dapet support dari lingkungan sekitar? Cari di tempat lain. Belajar gimana caranya supaya dapet support. pakai social media kalian. Bikin pitching yang baik. Setidaknya jika kamu gagal pun, semua ilmu yang kamu pelajari dalam perjalanannya akan membuatmu jadi jauuuh lebih baik dari kamu yang sekarang.

“Tapi belajar itu kan lama …” Kawan, jika kalian belum jadi orang sibuk, sumber daya terbanyak yang kalian miliki sekarang adalah Waktu. Jadi harusnya itu bukan alasan.

nggak tau cara belajarnya gimana? Ya belajar. Tinggal moprondo apa susahnya? “Hey chat gpt, gimana cara belajar yang baik?”

Gitu. Sekarang, off you go.

Buat aplikasi yang jauh lebih bagus dari tech freedom, viewpoint, dan be my AI untuk Indonesia emas 2045, karena disabilitas kayak kita juga bisa berkontribusi bagi negara.

Kalau Indonesia emas 2045 terlalu jauh, buatlah untuk temen-temen kamu, bantu mereka.

Kalau itu pun masih terlalu jauh, buatlah untuk dirimu sendiri. Untuk masa depanmu, portofoliomu, kariermu. Supaya bisa kerja di tech giant dan dapet gaji banyak, atau better bikin tech giant sendiri sana.

Sekian dan terima gaji, kalau dikasih.

Kecerdasan Alami (human) vs Kecerdasan Buatan (AI)

Halo Infi Friend. Jika beberapa waktu yang lalu saya pernah mengkritik masalah gaya bahasa AI dalam bercerita yang gitu-gitu aja di
Facebook,
sekarang saya ingin sedikit mmeberikan kritikan saya kembali dari salah satu informasi game audio yang saya minta Continue reading Kecerdasan Alami (human) vs Kecerdasan Buatan (AI)